PALEMBANG – Untuk membersihkan sampah-sampah warga yang tinggal di pinggiran Sungai Musi telah dioperasikan empat angkutan sampah berupa perahu motor ketek. Keempat perahu ini tiap harinya bersandar di Dermaga Benteng Kuto Besak (BKB).
Dikatakan Zulfikri, angkutan yang ada hanya beroperasi di sekitar wilayah jembatan BKB dan Pasar 16 Ilir. Oleh sebab itu, secara bertahap, pihaknya berupaya meminta tambahan empat angkutan tiap tahun dari APBD Palembang.
Meski begitu, sejak dioperasionalkan September 2008, angkutan sampah ini dinilai Zulfikri cukup efektif meminimalisir pembuangan sampah ke Sungai Musi. “Masyarakat dipinggiran sungai mulai terbiasa membuang sampah melalui angkutan ini,” katanya.
Hanya saja, ia menyayangkan minimnya kesadaran masyarakat pinggiran sungai membayar retribusi sampah. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 12/2006 mengatur masalah persampahan, rumah tangga (RT) diwajibkan membayar retribusi.
“Sampai sekarang belum ada yang membayar. Kami tinggal berharap, kesadaran masyarakat itu muncul membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya. Retribusi sampah bagi setiap RT di pinggiran sungai sebenarnya tidaklah besar. Berkisar Rp1.500 hingga Rp2.500/bulan. Tagihan ini dilakukan oleh tingkat kecamatan, melalui lurah dan ketua RT.
Tidak hanya di sungai, retribusi angkutan sampah di darat pun diakui Zulfikri masih ‘macet’. Masyarakat memang sudah membayar uang jasa pada petugas pengambil sampah dari rumah ke tempat pembuangan sementara (TPS).
“Dari TPS ke TPA (tempat pembuangan akhir) itu ada retribusi lagi ke Pemkot. Dan ini tidak disadari oleh masyarakat,”ucapnya. Lalu berapa target dipatok dari retribusi sampah tahun 2009 ini? Lumayan besar mencapai Rp3 M. Sejauh ini belum mencapai target. “Belum mencapai, tapi sudah mendekati. Ya, dibanding tahun 2008 lalu, sekarang memang sudah lumayan,” tandas Zulfikri.(Sumeks)
Dikatakan Zulfikri, angkutan yang ada hanya beroperasi di sekitar wilayah jembatan BKB dan Pasar 16 Ilir. Oleh sebab itu, secara bertahap, pihaknya berupaya meminta tambahan empat angkutan tiap tahun dari APBD Palembang.
Meski begitu, sejak dioperasionalkan September 2008, angkutan sampah ini dinilai Zulfikri cukup efektif meminimalisir pembuangan sampah ke Sungai Musi. “Masyarakat dipinggiran sungai mulai terbiasa membuang sampah melalui angkutan ini,” katanya.
Hanya saja, ia menyayangkan minimnya kesadaran masyarakat pinggiran sungai membayar retribusi sampah. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 12/2006 mengatur masalah persampahan, rumah tangga (RT) diwajibkan membayar retribusi.
“Sampai sekarang belum ada yang membayar. Kami tinggal berharap, kesadaran masyarakat itu muncul membantu Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya. Retribusi sampah bagi setiap RT di pinggiran sungai sebenarnya tidaklah besar. Berkisar Rp1.500 hingga Rp2.500/bulan. Tagihan ini dilakukan oleh tingkat kecamatan, melalui lurah dan ketua RT.
Tidak hanya di sungai, retribusi angkutan sampah di darat pun diakui Zulfikri masih ‘macet’. Masyarakat memang sudah membayar uang jasa pada petugas pengambil sampah dari rumah ke tempat pembuangan sementara (TPS).
“Dari TPS ke TPA (tempat pembuangan akhir) itu ada retribusi lagi ke Pemkot. Dan ini tidak disadari oleh masyarakat,”ucapnya. Lalu berapa target dipatok dari retribusi sampah tahun 2009 ini? Lumayan besar mencapai Rp3 M. Sejauh ini belum mencapai target. “Belum mencapai, tapi sudah mendekati. Ya, dibanding tahun 2008 lalu, sekarang memang sudah lumayan,” tandas Zulfikri.(Sumeks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar