Selasa, 01 September 2009

Longgar, Boleh Terima Parcel Murah

Kontroversi Seputar Gratifikasi Parcel Lebaran

JELANG lebaran, pemberian parcel yang diperuntukkan bagi pejabat negara selalu menjadi persoalan dan perdebatan. Mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Lalu, bagaimana jajaran pemerintahan provinsi Sumsel dan kabupaten/kota menyikapi polemik boleh tidaknya menerima parcel ini?Dalam UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 disebutkan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya diancam dengan ancaman pidana.Ancamannya, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (Rp1 M). Apakah aturan itu akan ditaati para pejabat pemerintahan di Sumsel yang notabene pejabat negara?Sekda Pemprov Sumsel, Drs H Musyrif Suwardi HN MM mewanti ñ wanti agar pejabat di lingkungan pemprov Sumsel tidak menerima parcel. Larangan menerima parcel menjelang Idul Fitri 1430 tahun ini, sama seperti tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya.

Menurutnya, parcel itu merupakan salah satu bentuk gratifikasi (pemberian berupa barang maupun uang, red). "Semua bentuk gratifikasi dilarang," ujar Musyrif. Bagi yang menerima parcel diminta untuk melapor ke KPK dalam waktu paling lama 30 hari setelah menerima parcel.

Wagub Sumsel H Eddy Yusuf SH sedikit memberikan kelonggaran. Ia mengatakan, boleh-boleh saja menerima parcel yang isinya buah-buahan, makanan dan barang yang tidak mahal. ìAsal jangan menerima parcel tanda kutip saja, seperti kunci mobil atau yang nilainya mahal. Karena bisa saja menjadi gratifikasi berlatar belakang sesuatu hal,î ungkapnya, tadi malam.

Hal senada disampaikan Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT. Pejabat maupun PNS di lingkungan pemkot Palembang diperbolehkan menerima parcel tetapi isinya berupa makanan dan barang pecah belah. "Silakan saja kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemkot Palembang menerima parcel asal isinya lazim. Bukan berbentuk kendaraan atau barang berharga lainnya," tegasnya.

Menurut Eddy, pemberian parcel kepada pejabat tidak bisa langsung divonis sebagai gratifikasi kecuali jika parsel yang diberikan dalam jumlah yang banyak. Pemberian parcel yang berisi barang-barang tersebut hanya sebagai ucapan selamat dan tidak ada motif lain selama isi parcel hanya produk yang umum diberikan saat hari raya.

Ia mengatakan, walaupun memperbolehkan pejabat menerima parsel tetapi pendataan tetap dilakukan. "Para pejabat wajib melaporkan parcel yang mereka terima kepada petugas yang ditunjuk," cetusnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dan antisipasi jika kelak menimbulkan masalah bagi pejabat di lingkungan pemkot setempat.

Berkaitan dengan kontroversi pemberian parcel kepada pejabat Negara, pada 3 September lalu pimpinan KPK menerbitkan imbauan kepada masyarakat untuk tidak memberikan bingkisan atau pemberian lainnya kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri. Termasuk ucapan selamat kepada penyelenggara Negara.

Pimpinan KPK menilai, sebaiknya dana-dana untuk hal-hal tersebut disalurkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan bantuan, baik dalam bentuk kebutuhan pokok ataupun kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan, sebagai bentuk kesetiakawanan sosial. KPK mengingatkan kembali penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi terkait dengan tugas atau pekerjaan atau jabatannya.

Baik dalam bentuk uang, barang, diskon pembelian yang tidak wajar, vocer, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, maupun dalam bentuk lainnya. Hal ini bertentangan dengan kewajiban dan tugas penyelenggara negara sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No. 31/1999 jo No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, terutama dalam pasal 12 B.

Penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima gratifikasi, termasuk dalam rangka perayaan hari-hari raya keagamaan tahun 2009, diwajibkan melapor ke KPK selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima gratifikasi tersebut. Berdasarkan laporan yang diterima, KPK akan menetapkan status kepemilikan gratifikasi tersebut menjadi milik penerima atau milik negara.(Sumeks)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar