Selasa, 01 September 2009

Pempek Belum Dipatenkan

gambar.iklanmax.com

Pempek palembang

PALEMBANG, SRIPO — Heboh caplok mencaplok klaim Tari Pendet oleh Malaysia juga menjadi warning bagi Pemerintah Provinsi Sumsel. Apalagi diketahui pempek dan penganan khas Sumsel lainnya serta jenis tarian Sumsel belum dipatenkan.

Yang didaftarkan baru puluhan motif songket Palembang. Itu pun terbentur pada Undang undang yang mengatur tentang pokrol. “Sebanyak 91 motif songket masuk dalam kategori pokrol. Artinya, motif itu dimiliki orang banyak atau umum,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumsel, Ardiansyah, Selasa (1/9) di ruang kerjanya.

Ardiansyah mengatakan, upaya pendaftaran hak cipta terhadap motif-motif songket khas Palembang telah dilakukan Pemkot Palembang pada tahun 2004 dan 2006. Pada tahun 2004 Pemkot mendaftarkan 71 motif untuk mendapat hak cipta. Disusul tahun 2006 sebanyak 20 motif. Pengajuan dilakukan Pemkot Palembang melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) ke Disperindag Provinsi Sumsel. Pengajuan kemudian diajukan lagi ke Deperindag RI yang kemudian memasukkannya ke Klinik Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Deperindag RI. Selama lima tahun diajukan, Pemkot Palembang belum mendapat jawaban tentang usaha pendaftaran hak cipta itu. Melalui Dephumham Sumsel, diketahui jika pengajuan hak cipta ditunda persetujuannya. Alasannya, motif songket yang diajukan masuk dalam kategori pokrol. Sementara Undang-undang (UU) yang mengatur tentang pokrol masih digodok. Pempek Belum Ironisnya, penganan asli Sumsel pempek belum terdaftar di HKI. Berarti, dari seluruh aset budaya dan penganan Sumsel belum memperoleh pengakuan. Yang ada baru motif songket. Tapi merek yang mendampingi makanan khas sudah banyak yang dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony. Dijelaskan Ardiasnyah, pendaftaran hak cipta perlu dilakukan untuk mengantisipasi perselisihan. Dalam UU Hak Cipta dikatakan, setelah diciptakan, suatu karya otomatis menjadi hak milik penciptanya. “Tapi, pada pasal berikutnya menerangkan, bila terjadi sengketa atas karya tersebut, pendaftaran menjadi penting sebagai bukti penguat,” terangnya.

Setelah terdaftar hak ciptanya, suatu karya sudah diakui di tingkat internasional. Pemilik mendapat perlindungan mulai dari didaftarkan hingga meninggal dunia ditambah 50 tahun setelah meninggal.

Saat ini sistem penentuan siapa pemilik hak cipta menggunakan metode deklaratif. Siapa yang terlebih dahulu menyebarkan suatu karya, dialah pemiliknya. Pendaftaran hak cipta hanya sebagai penguat bukti kepemilikan karya. Hak cipta terhadap budaya lokal menurut Ardiansyah sangat perlu. Selain bisa melindungi kebudayaan lokal yang ada, suatu negara yang melindungi HKI akan mudah mendapatkan bantuan dari negara lain selain isu keamanan dan pertahanan. Sayangnya, perlindungan hak cipta hanya bisa dilakukan untuk keseluruhan karya. Bila hanya meniru sebagian tertentu seperti gerakan tari, pemilik hak cipta tidak bisa melayangkan tuntutan.

“Tapi bila seluruh gerakan ditiru dengan hanya mengubah namanya, bisa dituntut,” tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar