MOMENTUM spiritual untuk memperkokoh kembali fondasi hubungan antara manusia dengan Sang Khalik dan antara manusia dengan manusia, inilah hakikat sebuah hari raya dan bisa disebut hablumminallah wa habulumminannas. Idul ftiri yang berarti kembali kepada kesucian dan kebersihan (wedergeburd) berarti setiap kita sudah selesai menunaikan ibadah puasa Ramadan, telah terbebas dari berbagai noda dan coreng hitam selama ini. Setelah itu kita harus berusaha agar hidup ke depan selalu berada dalam kesucian baik lahir maupun batin.
Yang terpenting dalam merayakan hari raya adalah bagaimana mencapai status Idul Fitri dan bukan sebaliknya bagaimana cara agar dapat beridul fitri. Dengan kesadaran seperti itu maka kita akan mampu menaklukkan hawa nafsu. Kita juga akan mampu melihat batas aturan dan larangan Allah, sehingga kepentingan lahiriah baik itu berbentuk politik, ekonomi maupun sosial budaya kontra pula dengan bisikan suara hati nurani.
Mereka yang memperoleh predikat puasa yang mabrur dan mencapai status Idul Fitri akan tampak dari tingkah lakunya seusai bulan ramadan. Yakni sebelum ramadan datang shalat sering tertinggal, setelah ramadan dan Idul Fitri berlalu shalatnya berjalan dengan baik dan lancar. Atau sebelum ramadan dan Idul Fitri tiba tidak berdisiplin, sering melanggar peraturan dan larangan, seusai ramadan mulai berdisiplin dan taat mematuhi semua peraturan yang ada serta menjauhi segala apa yang dilarang.
Bagi mereka ini sudah sewajarnya melaksanakan Idul Fitri dengan penuh kegembiraan dan suka cita. Wajar karena mampu menunaikan kewajibannya sebulan penuh dengan berpuasa dan ibadah lainnya sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah 185. Mengapa mereka merasa bersuka cita? Karena mereka yakin akan mendapat ampunan dan balasan sesuai dengan makna Idul Fitri yaitu kembali kepada fitrahnya.
Setiap orang yang telah lulus dalam menempuh suatu ujian pasti timbul rasa bangga dan yakin akan menerima ganjaran yang setimpal yaitu keampunan dari Allah SWT. Dengan keyakinan itulah mereka merayakan Idul Fitri dengan cara mengagungkan asma Allah, takbir dan tahmid sepanjang hari. Mereka rayakan dengan suka ria, tidak berlebihan karena kegembiraannya sudah terkendali dengan mantap.
Mereka yang memahami makna Idul Fitri sarat dengan kemanfaatan yaitu untuk bersyukur dan mempererat tali silaturahmi terhadap sanak keluarga dan handai tolan sesama muslim. Hal ini penting karena hubungan sesama manusia yang menurut ajaran Islam diwajibkan selain hubungan dengan Allah SWT.
Dengan selesainya ibadah puasa dan melaksanakan Idul fitri hendaknya kita akan menerima tobat dan menerima kehidupan baru sehingga menjadi suci dan disenangi serta bermanfaat bagi banyak orang. Tidak mudah memang untuk mencapai hikmah puasa dengan hasil yang baik dan diterima oleh Allah SWT, sebagai suatu kemenangan dengan menjadi manusia suci dari segala noda dan dosa. Untuk mencapainya perlu pengorbanan yang cukup berat di samping persyaratan-persyaratan lain yang harus dipatuhi utamanya menahan hawa nafsu.
Apabila kita lulus dari cobaan itu maka Allah SWT akan memberikan balasan yang setimpal sebagaimana hadist Rasulullah SAW berikut ini: “Barangsiapa berpuasa sebulan penuh dalam bulan ramadan dengan memelihara pribadinya dari segala yang membuat puasanya batal dan sia-sia, niscaya puasanya akan menutupi segala dosa-dosa yang telah lalu.”
Lewat hadist ini seyogianya kita dapat menghitung apakah sudah lengkap ibadah puasa ramadan kita. Apabila sudah lengkap diharapkan kita akan terbebas dari dosa-dosa yang kita perbuat selama ini. Tetapi sebaliknya makanakala puasa kita tidak atau kurang lengkap maka akan bertambah pula dosa-dosa kita. Tentu kita semua mengharapkan puasa kita yang kita laksanakan dan segala amal ibadah kita di dalamnya akan diterima Allah SWT, sehingga terhindar dari kesia-siaan. Insya Allah.(Sripo)
Yang terpenting dalam merayakan hari raya adalah bagaimana mencapai status Idul Fitri dan bukan sebaliknya bagaimana cara agar dapat beridul fitri. Dengan kesadaran seperti itu maka kita akan mampu menaklukkan hawa nafsu. Kita juga akan mampu melihat batas aturan dan larangan Allah, sehingga kepentingan lahiriah baik itu berbentuk politik, ekonomi maupun sosial budaya kontra pula dengan bisikan suara hati nurani.
Mereka yang memperoleh predikat puasa yang mabrur dan mencapai status Idul Fitri akan tampak dari tingkah lakunya seusai bulan ramadan. Yakni sebelum ramadan datang shalat sering tertinggal, setelah ramadan dan Idul Fitri berlalu shalatnya berjalan dengan baik dan lancar. Atau sebelum ramadan dan Idul Fitri tiba tidak berdisiplin, sering melanggar peraturan dan larangan, seusai ramadan mulai berdisiplin dan taat mematuhi semua peraturan yang ada serta menjauhi segala apa yang dilarang.
Bagi mereka ini sudah sewajarnya melaksanakan Idul Fitri dengan penuh kegembiraan dan suka cita. Wajar karena mampu menunaikan kewajibannya sebulan penuh dengan berpuasa dan ibadah lainnya sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah 185. Mengapa mereka merasa bersuka cita? Karena mereka yakin akan mendapat ampunan dan balasan sesuai dengan makna Idul Fitri yaitu kembali kepada fitrahnya.
Setiap orang yang telah lulus dalam menempuh suatu ujian pasti timbul rasa bangga dan yakin akan menerima ganjaran yang setimpal yaitu keampunan dari Allah SWT. Dengan keyakinan itulah mereka merayakan Idul Fitri dengan cara mengagungkan asma Allah, takbir dan tahmid sepanjang hari. Mereka rayakan dengan suka ria, tidak berlebihan karena kegembiraannya sudah terkendali dengan mantap.
Mereka yang memahami makna Idul Fitri sarat dengan kemanfaatan yaitu untuk bersyukur dan mempererat tali silaturahmi terhadap sanak keluarga dan handai tolan sesama muslim. Hal ini penting karena hubungan sesama manusia yang menurut ajaran Islam diwajibkan selain hubungan dengan Allah SWT.
Dengan selesainya ibadah puasa dan melaksanakan Idul fitri hendaknya kita akan menerima tobat dan menerima kehidupan baru sehingga menjadi suci dan disenangi serta bermanfaat bagi banyak orang. Tidak mudah memang untuk mencapai hikmah puasa dengan hasil yang baik dan diterima oleh Allah SWT, sebagai suatu kemenangan dengan menjadi manusia suci dari segala noda dan dosa. Untuk mencapainya perlu pengorbanan yang cukup berat di samping persyaratan-persyaratan lain yang harus dipatuhi utamanya menahan hawa nafsu.
Apabila kita lulus dari cobaan itu maka Allah SWT akan memberikan balasan yang setimpal sebagaimana hadist Rasulullah SAW berikut ini: “Barangsiapa berpuasa sebulan penuh dalam bulan ramadan dengan memelihara pribadinya dari segala yang membuat puasanya batal dan sia-sia, niscaya puasanya akan menutupi segala dosa-dosa yang telah lalu.”
Lewat hadist ini seyogianya kita dapat menghitung apakah sudah lengkap ibadah puasa ramadan kita. Apabila sudah lengkap diharapkan kita akan terbebas dari dosa-dosa yang kita perbuat selama ini. Tetapi sebaliknya makanakala puasa kita tidak atau kurang lengkap maka akan bertambah pula dosa-dosa kita. Tentu kita semua mengharapkan puasa kita yang kita laksanakan dan segala amal ibadah kita di dalamnya akan diterima Allah SWT, sehingga terhindar dari kesia-siaan. Insya Allah.(Sripo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar