PALEMBANG, SRIPO — Program pendidikan gratis mulai dinikmati masyarakat Sumsel mulai Senin (13/7) hari ini. Namun sejumlah sekolah akal-akalan untuk tidak ikut dalam program sekolah gratis ini. Gubernur Sumsel H Alex Noerdin bertekad untuk mengusut sekolah tersebut.
Demikian diungkap Alex Noerdin saat tatap muka dengan Pemred-Kepala Biro media lokal dan nasional, Sabtu (12/7) malam. Hadir dalam kalangan akademisi Rektor IAIN Raden Fatah, Prof Aflatun Muchtar serta pengamat sosial politik, Prof Amzulian Rivai dan Prof Sirozi. Juga hadir Sapto Handoyo Sakti, Direktur Komunikasi Sampoerna Foundation, mewakili perusahaan mitra pemprov di bidang pendidikan itu, serta “komandan” Sriwijaya FC, Dodi Reza Alex.
Dari kalangan media hadir antara lain Pemred Sriwijaya Post Hadi Prayogo, Kabiro Kompas Sumsel Buyung Wijaya Kusuma, Kabiro Sindo Sumsel Aina, Pemred Palpos yang juga Ketua PWI Sumsel Oktap Riady, dan Pemred Berita Pagi Handiman.
Alex Noerdin membuka dialog bercerita tentang sekolah gratis di Kabupaten Muba dan kondisi saat ini ketika diterapkan di tingkat provinsi. “Saya sudah pengalaman. Saya sudah hitung kemampuan provinsi dan kab/kota. Saya yakin karena ini tujuannya meringankan beban rakyat,” katanya.
Gubernur bersama kepala daerah di Sumsel meluncurkan pendidikan gratis Maret lalu disaksikan Mendiknas, Bambang Sudibyo. Menurut Alex, hingga Juli ini sudah datang utusan dari 17 provinsi belajar pendidikan gratis ke Sumsel.
Tapi ternyata program itu tidak mudah dilaksanakan khususnya di Palembang. Di Palembang dari 21 SMA negeri, hanya tiga SMA yang menjalankan program gratis. Sementara 18 SMA negeri lainnya menaikkan status menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menurut aturan yang ada memang dibolehkan memungut biaya pada siswa.
Alex malam itu curhat, karena menduga ada daerah yang sengaja mau menggagalkan program pendidikan gratis. Secara tiba-tiba sekolah menaikkan standar jelang tahun ajaran baru 2009/2010. Menurutnya, “bola liar” yang sudah menggelinding harus dihentikan. “Akan ada yang jadi korban nanti, tapi tidak apa biar jadi pelajaran. Saya sudah cukup menahan diri,” tegas Alex.
Gubernur sudah meminta BPKP meneliti sekolah SSN tersebut. Jika terbukti tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur, maka status sekolah itu harus diturunkan. Penggunaan dana yang diambil dari orangtua murid oleh sekolah juga akan diaudit.
Alex mengatakan, sejak awal memang ada yang tidak setuju dengan program itu karena berpendapat pendidikan gratis memanjakan rakyat. Ada juga yang khawatir kualitas sekolah tidak bagus karena digratiskan.
“Apa salahnya memanjakan rakyat miskin. Kemudian, saya katakan lebih baik sekolah di kandang kerbau dengan guru bodoh dari pada anak-anak berkeliaran di jalan karena orangtua tidak mampu membiayai sekolah,” tegas Alex.
Alex mengambil contoh keberhasilan SMA di Sekayu sewaktu ia menjabat Bupati Muba, meski digratiskan kualitas siswa justru mengalami peningkatan. Jika sebelumnya lulusan sekolah sulit bersaing masuk perguruan tinggi negeri, sekarang justru diterima PTN ternama di Jawa maupun Sumatera. “Ini tindakan nyata dengan tujuan ikhlas. Sepatutnya lupakan dulu perbedaan demi meringankan beban masyarakat Sumsel,” ujarnya.
Bicara Terbuka
Tak kurang satu jam, gubernur melepas uneg-uneg kemudian melanjutkannya dengan mendengarkan masukan dari peserta dialog. Hadi Prayogo mengusulkan Gubernur Sumsel mengajak dialog kepala daerah maupun sekolah yang sengaja menghindari program gratis. “Karena ini menyangkut kehidupan masyarakat Sumsel selanjutnya. Bagaimana kalau Gubernur Sumsel bicara terbuka dengan kepala daerah maupun sekolah yang sepertinya menghambat program gratis. Pers siap untuk menjadi mediator masalah ini,” katanya.
Sedangkan Oktap Riady mengusulkan tiga SMA Negeri di Palembang yang melaksanakan pendidikan gratis diberi penghargaan. “Kita akan liput habis-habisan sekolah yang melaksanakan pendidikan gratis,” ujarnya.
Sedangkan Prof Amzulian Rivai yang mengusulkan diskusi dengan mengundang ahli pendidikan khususnya tentang Sekolah Standar Nasonal (SSN), RSBI maupun SBI.
Prof Sirozi juga sepakat mengenai hal itu. Menurutnya rakyat tidak menolak sekolah gratis, tapi kendala yang muncul lebih bersifat politis. Mendiknas dalam hal ini dapat dimintai bantuan untuk melakukan penilaian apakah sekolah itu layak menjalankan sekolah gratis atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar