Senin, 20 Juli 2009

Hotspot Meningkat Asap Mengancam

PALEMBANG, SRIPO — Memasuki bulan Agustus, jumlah titik panas (hotspot) di Sumsel semakin meningkat. Kekhawatiran akan asap ini bersumber pada prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan musim hujan mundur beberapa bulan dari waktunya.

Sekretaris UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Perhutanan (Dishut) Sumsel, Achmad Taufik di ruang kerjanya, Selasa (21/7) mengatakan, peningkatan hotspot mulai terjadi Mei lalu. Yakni 126 titik dan terus bertambah pada Juni sebanyak 186 titik. Hotspot yang terdeteksi Satelit Terra Aqua Modis itu masih berada di luar kawasan hutan dan belum memasuki wilayah lahan gambut.

“Kebanyakan hotspot berasal dari pembakaran lahan yang dilakukan petani. Hotspot belum memasuki wilayah rawan satu. Terutama di pantai timur OKI, Muba dan Banyuasin,” katanya.

Hotspot banyak terdekteksi di wilayah Muarenim, Mura dan sebagian Muba dan Ogan Ilir (OI). Peningkatan hotspot yang terjadi belum menimbulkan asap. Walaupun jarang terjadi, hujan berhasil menekan asap.

Sementara puncak hotspot diperkirakan terjadi Agustus hingga September diiringi peningkatan volume asap. Taufik mengungkap, data dari International Research Institute for Climate and Society of University of Colombia (IRRI), El Nino terjadi pada Juni, Juli dan Agustus 2009. Akibat kondisi ini diprediksi hotspot meningkat mencapai 56 persen. Meningkat dibanding kondisi netral yang diprediksi tertahan pada posisi 43 persen.

“Sesuai dengan data tersebut, musim kemarau pada Juli dan Agustus 2009 lebih kering dari pada bulan Mei dan Juni 2009. Dengan demikian diprediksi jumlah hotspot akan meningkat,” imbuhnya.

2.500 Warga Siaga

Selain menyiagakan empat posko Manggala Agni di empat wilayah rawan yakni Kayuagung, Bayunglincir, Pangkalanbalai dan Merapi Lahat, sebanyak 2.500 masyarakat desa terlatih disiagakan di 210 desa di Sumsel guna mengantisipasi kebakaran hutan.

Tidak hanya menunggu di Daerah Operasi (Daops) masing-masing, regu Manggala Agni juga bisa membantu Daops lain jika diperlukan. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Sumsel juga membuka posko pengendalian kebakaran hutan tingkat provinsi yang beroperasi sejak awal Juni lalu guna memantau titik hotspot yang terdeteksi satelit.

Posko tersebut bertugas memonitoring hotspot setiap hari dari satelit yang kemudian menampilkannya dalam website WWW.DISHUTSUMSEL.GO.ID. Informasi itu juga dikirim ke pihak terkait terutama wilayah yang timbul banyak hotspot. Tujuannya agar pihak terkait segera mengantisipasi hotspot yang terdekteksi.

Tidak hanya wilayah, pihaknya juga memberikan posisi hotspot mulai dari garis lintang maupun bujur. Tujuannya mempermudah tim mencari hotspot.

“Pemerintah setempat bisa bekerjasama dengan perusahaan perkebunan dan kehutanan yang ada guna mematikan titik panas tersebut,” ujarnya.

UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Sumsel juga menyiagakan regu yang terdiri dari satu mobil pembawa air, satu mobil pembawa alat dan satu mobil pembawa regu. Satu regu terdiri dari 10 orang yang akan bekerjasama dengan regu-regu yang sudah turun terlebih dahulu.

El Nino Mundur

Sementara itu, Kasi Observasi dan Informasi BMKG Palembang Agus Santosa yang dihubungi terpisah mengungkapkan, El Nino bakal terjadi pada November, Desember dan Januari 2010. Mundur tiga bulan dari perkiraan sebelumnya. Akibatnya, musim kemarau yang terjadi lebih panjang beberapa bulan dari biasanya.

Perkiraan itu setelah melihat permukaan air laut di Timur Indonesia sangat dingin. Jika permukaan laut dingin maka potensi hujan di wilayah barat semakin minim.

El Nino sendiri baru akan terlihat pada akhir Agustus mendatang sehingga pada bulan sebelumnya curah hujan masih tetap tinggi. Padahal, curah hujan dibutuhkan untuk menekan penyebaran asap yang terjadi akibat pembakaran hutan.

Memasuki bulan Oktober dan November, curah hujan kembali menurun hingga di bawah 30 milimeter. Puncak hujan akan terjadi pada Desember mendatang.

Walaupun El Nino mundur dari perkiraan sebelumnya, curah hujan pada bulan Juli sudah mengalami penurunan. Dari seharusnya di atas 100 milimeter, hingga 20 Juli volume hujan baru sebatas 50 milimeter.

“El Nino memang musiman terjadi. Fluktuasinya antara dua sampai tujuh tahun. Kemungkinan bencana asap sangat besar tahun ini,” ujar Agus Santosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar